Klanting Hitam
Tercetak jelas
dua kata yang sedari tadi malam terpampang di layar laptop ku, “Pada Zaman”. Aku telah berhasil ditidurkan
oleh putri tidur.
“Sial!, daging
bongkrek !” umpat ku di depan layar laptop
Aku harus
menyelesaikan tulisan ku. Tulisan akhir dari praktik kapitalis yang telah
mendunia. Entah aku bingung dengan kepelikan dunia ini. Praktik kapitalis yang
menggelung dileher, dikepala. Rasanya mencekik. Mati. Tenggelam. Busuk. Apalah
namanya!
Selama lima
tahun aku menggeluti dunia kapitalis yang dikemas dengan desain nama yang
berhasil membuat semua orang terinfeksi olehnya. Kuliah. Ah rasanya, aku ingin
cepat-cepat keluar dari jeratan kapitalis busuk itu. Kapitalis hina, lebih hina
dari seorang koruptor. Uang ku berhasil dikeruk habis olehnya. Belum lagi
ditambah dengan dosa ku di akhir-akhir bulan. Kra baju orang tua ku bisa-bisa
ku ikat sekencang-kencangnya, demi menyambung hubungan ku dengan para
kapitaliser.
Tak ingin
rasanya mata ini bercumbu kembali dengan layar laptop ku. Ah, masih banyak yang
perlu ku tulis lagi.
Ku rebahkan
tubuh ku diatas kasur yang mungkin kira-kira sudah 4 bulan spreinya tidak
sempat ku ganti. Apek. Anyir bekas keringat atau bekas ukiran air liur ku
menyatu, menusuk penciuman ku dan diteruskan ke lambung.
Bangkit.
Memandang wajah ku yang mungkin sudah tidak menjadi wajah. Wajah menjadi tumit.
Tumit menjadi gigi. Gigi menjadi kuping. Kuping menjadi alis. Lidah menjadi
bulu ketiak. Bulu ketiak menjadi bulu hidung. Sumpah, menjijikkan wajahku.
Perlu
pengorbanan apalagi yang harus aku lakukan. Hampir empat bulan ini aku tidak
menjalin kata, kalimat, frasa, klausa social kepada sekolompok orang. Aku
merasa di bawah kotak kardus yang penuh dengan belatung, busuk, bangkai babi!
Aku ingin segera keluar dari dekapan kapitalis ini.
Sudah cukup
mereka merenggut kebahagiaan ku. Mereka merenggut keperjakaan ku. Mereka
merenggut kesempatan ku untuk berdialektika mengenai polemic social yang
diciptakan oleh kaum borjuis Indonesia. aku tidak pernah menikmati kebutuhan
biologis ku. Aku tidak pernah menikmati kebebasan beribadah. Aku bosan. Otakku
hina, lebih hina dari otak babi yang sudah mati atau otak udang yang isinya
otak kambing.
Ku lihat tetesan
kencing tikus membekas di bawah mata ku, sehingga sebuah kantung hitam tercetak
jelas dibawah mataku. Kantung mata. Lima hari sudah aku tidak bersetubuh dengan
segarnya air kamar mandi ku.
Ku gerakkan mata
ku ke layar laptop yang masih dari tadi aku bangun sampai aku sekarang berdiri
di depan cermin, terpampang nyata tulisan “pada zaman”. Apalagi yang perlu aku
tulis, oh Dewi Fortuna!!!
Tak tega aku
berlama-lama di depan cermin melihat keberhasilan kaum kapitalis yang
menghancurkan struktur tubuh ku. Mandi saja, piker ku di dalam hati.
Sejenak aku
menikmati pijatan seorang dewa neptunus di dalam kamar mandi. Cumbuan dan
desahan serta bunyi gemericik keringat ku terhapus oleh keringat segar dari
dewa Neptunus.
Tak apalah,
walau aku laki-laki tetap kuserahkan tubuhku kepadanya, dewa Neptunus. Dunia
fantasi benar-benar ku nikmati dengan nyata. Berbeda dengan dunia nyata.
Bajingan-bajingan negara tidak bisa kita lucuti kenikmatannya. Mereka menikmati
diri mereka sendiri. Kalau dunia fantasi dua-duanya bisa ternikmati.
Aku sendiri saja
lupa dengan nama bangsa ku yang nyata ini. Mata ku rasanya dinohokkan oleh
tingkah laku bajingan-bajingan itu!
Cukup sudah
relaksasi yang telah kunikmati bersama dewa neptunus.
Lagi-lagi
kedipan layar laptop itu mencoba merayu ku untuk menikmati hari ini sampai
habis. Mungkin hari kedepannya juga. Dasar babi buncit! Tenang saja aku sudah
download aplikasi anti spik, spik rayuan dari siapapun bisa tertebas abis.
Termasuk kamu. Kamu adalah hasil produk dari kapitaliser.
Mendingan aku
menikmati hari ini dengan obyek yang nyata, jelas manfaatnya untuk menyelamatkan
bangsa ini. Setelah kau nikmati aku, pasti kau lupa dengan aku. Kau buang aku
dijalanan. Mungkin di lautan atau mungkin di tong sampah yang penuh dengan
belatung. Bentuk mu saja seperti jajanan pasar, klanting. Kau klanting borjuis.
Sepertinya aku bisa memakan mu dengan gigi geraham ku. Baiklah aku akan memakan
ku, kau ku buat nikmat dengan geraham dan taring gigi ku.
Selesai
@R. Baca-FIB 27 Februari 2013
14:32
Tidak ada komentar:
Posting Komentar