Rabu, 27 Februari 2013

Klanting Hitam #shortstory2


Klanting Hitam
Tercetak jelas dua kata yang sedari tadi malam terpampang di layar laptop ku,  “Pada Zaman”. Aku telah berhasil ditidurkan oleh putri tidur. 

“Sial!, daging bongkrek !” umpat ku di depan layar laptop

Aku harus menyelesaikan tulisan ku. Tulisan akhir dari praktik kapitalis yang telah mendunia. Entah aku bingung dengan kepelikan dunia ini. Praktik kapitalis yang menggelung dileher, dikepala. Rasanya mencekik. Mati. Tenggelam. Busuk. Apalah namanya! 

Selama lima tahun aku menggeluti dunia kapitalis yang dikemas dengan desain nama yang berhasil membuat semua orang terinfeksi olehnya. Kuliah. Ah rasanya, aku ingin cepat-cepat keluar dari jeratan kapitalis busuk itu. Kapitalis hina, lebih hina dari seorang koruptor. Uang ku berhasil dikeruk habis olehnya. Belum lagi ditambah dengan dosa ku di akhir-akhir bulan. Kra baju orang tua ku bisa-bisa ku ikat sekencang-kencangnya, demi menyambung hubungan ku dengan para kapitaliser.

Tak ingin rasanya mata ini bercumbu kembali dengan layar laptop ku. Ah, masih banyak yang perlu ku tulis lagi.

Ku rebahkan tubuh ku diatas kasur yang mungkin kira-kira sudah 4 bulan spreinya tidak sempat ku ganti. Apek. Anyir bekas keringat atau bekas ukiran air liur ku menyatu, menusuk penciuman ku dan diteruskan ke lambung.

Bangkit. Memandang wajah ku yang mungkin sudah tidak menjadi wajah. Wajah menjadi tumit. Tumit menjadi gigi. Gigi menjadi kuping. Kuping menjadi alis. Lidah menjadi bulu ketiak. Bulu ketiak menjadi bulu hidung. Sumpah, menjijikkan wajahku.
Perlu pengorbanan apalagi yang harus aku lakukan. Hampir empat bulan ini aku tidak menjalin kata, kalimat, frasa, klausa social kepada sekolompok orang. Aku merasa di bawah kotak kardus yang penuh dengan belatung, busuk, bangkai babi! Aku ingin segera keluar dari dekapan kapitalis ini.
Sudah cukup mereka merenggut kebahagiaan ku. Mereka merenggut keperjakaan ku. Mereka merenggut kesempatan ku untuk berdialektika mengenai polemic social yang diciptakan oleh kaum borjuis Indonesia. aku tidak pernah menikmati kebutuhan biologis ku. Aku tidak pernah menikmati kebebasan beribadah. Aku bosan. Otakku hina, lebih hina dari otak babi yang sudah mati atau otak udang yang isinya otak kambing.
Ku lihat tetesan kencing tikus membekas di bawah mata ku, sehingga sebuah kantung hitam tercetak jelas dibawah mataku. Kantung mata. Lima hari sudah aku tidak bersetubuh dengan segarnya air kamar mandi ku.
Ku gerakkan mata ku ke layar laptop yang masih dari tadi aku bangun sampai aku sekarang berdiri di depan cermin, terpampang nyata tulisan “pada zaman”. Apalagi yang perlu aku tulis, oh Dewi Fortuna!!!

Tak tega aku berlama-lama di depan cermin melihat keberhasilan kaum kapitalis yang menghancurkan struktur tubuh ku. Mandi saja, piker ku di dalam hati.
Sejenak aku menikmati pijatan seorang dewa neptunus di dalam kamar mandi. Cumbuan dan desahan serta bunyi gemericik keringat ku terhapus oleh keringat segar dari dewa Neptunus.

Tak apalah, walau aku laki-laki tetap kuserahkan tubuhku kepadanya, dewa Neptunus. Dunia fantasi benar-benar ku nikmati dengan nyata. Berbeda dengan dunia nyata. Bajingan-bajingan negara tidak bisa kita lucuti kenikmatannya. Mereka menikmati diri mereka sendiri. Kalau dunia fantasi dua-duanya bisa ternikmati. 

Aku sendiri saja lupa dengan nama bangsa ku yang nyata ini. Mata ku rasanya dinohokkan oleh tingkah laku bajingan-bajingan itu! 

Cukup sudah relaksasi yang telah kunikmati bersama dewa neptunus.
Lagi-lagi kedipan layar laptop itu mencoba merayu ku untuk menikmati hari ini sampai habis. Mungkin hari kedepannya juga. Dasar babi buncit! Tenang saja aku sudah download aplikasi anti spik, spik rayuan dari siapapun bisa tertebas abis. Termasuk kamu. Kamu adalah hasil produk dari kapitaliser.

Mendingan aku menikmati hari ini dengan obyek yang nyata, jelas manfaatnya untuk menyelamatkan bangsa ini. Setelah kau nikmati aku, pasti kau lupa dengan aku. Kau buang aku dijalanan. Mungkin di lautan atau mungkin di tong sampah yang penuh dengan belatung. Bentuk mu saja seperti jajanan pasar, klanting. Kau klanting borjuis. Sepertinya aku bisa memakan mu dengan gigi geraham ku. Baiklah aku akan memakan ku, kau ku buat nikmat dengan geraham dan taring gigi ku. 

Selesai



@R. Baca-FIB 27 Februari 2013
14:32



Tidak ada komentar:

Posting Komentar