Minggu, 31 Maret 2013

Teori Sastra : Kajian Analisa Dekonstruksi


Kajian Analisa “Dekonstruksi” Cerita Pendek Perempuan Buta Tanpa Ibu Jari
Karya Intan Paramditha

Karya sastra terlahirkan dari proses kreatif disetiap pengarang yang telah menghasilkan sebuah karya sastra. Disetiap proses kreatif itulah dipercaya adanya sentuhan kenyataan yang dimasukkan oleh pengarang dikarya sastranya dan atau bahkan karya sastra yang berhasil di tulisnya merupakan wujud kekreativitasannya atas inovasi dari karya sastra lainnya, adanya interpretasi dari karya sastra lainnya. Sehingga memang dibutuhkan adanya satu upaya yang dapat memudahkan seorang pembaca untuk memahami karya sastra yang dibacanya. Berbagai teori yang dapat kita pilih untuk mengapresiasi sebuah karya sastra. Salah satu teori yang dapat kita pergunakan adalah teori dekonstruksi. Tidak sembarang karya sastra dapat diterapkan teori dekonstruksi[1] untuk mengapresiasinya.
Teori yang diperkenalkan oleh Jacques Derrida tersebut akan saya gunakan untuk mengapresiasi karya sastra dari Intan Paramaditha dengan judul “Perempuan Buta Tanpa Ibu Jari”. Satu alasan kenapa cerpen dari Intan Paramaditha dapat dianalisa dengan teori dekonstruksi karena cerpen tersebut memiliki trace (jejak) dengan cerita lainnya – cerita klasik dari “Cinderella”. Karya sastra yang dapat didekonstruksi adalah dia yang memiliki jejak dengan cerita lainnya dan juga dia (baca : cerita) lebih kepada menegakkan bendera “oposisi binner”[2]. Pembaca akan diingatkan oleh jejak-jejak yang ada di cerita Cinderella.
Jejak yang berhasil mengingatkan saya kalau seandainya cerpen “Sindelarat” merupakan cerita yang mirip dengan cerita klasik Cinderella, adanya :
1.      Nama yang mirip dengan Cinderela menjadi Sindelarat
2.      Sepatu
3.      Sepupu tiri dan ibu tiri
4.      Pangeran
5.      Ibu peri
6.      Penyiksaan terhadap sinderelarat seperti Cinderella
7.      Sayembara pencarian sepatu
8.      Pesta
9.      Menikah dengan pangeran
10.  Sifat buruk dari ibu tiri dan saudara tiri
Kemudian dari jejak tersebut Intan Paramadhita mencoba untuk mengubah konsepsi dari cerita Cinderella menjadi lain dan cerita tesebut berubah menjadi “Perempuan Buta Tanpa Ibu Jari”. Saya akan mencoba membandingkan cerita Cinderella dari versi perubahan dekonstruksi dari Intan Paramditha, diantaranya :
  1. Penokohan yang dulunya bernama Cinderella diganti oleh Intan menjadi Sindellarat.
  2. Sifat ibu peri yang sejatinya adalah sifat baik yang ditampilkan oleh Cinderella asli, maka di tangan Intan sifat ibu peri diganti menjadi jahat. Digambarkan sifat ibu peri PBTIJ jahat dan menyimpan rasa dendam suka membalas kelaukan jahat para saudara tiri Sindelarat kepada Sindelarat.
  3. Narrator, kalau di dalam cerpen Cinderella asli yang bercerita adalah orang lain, maka di cerita PBTIJ sudut pandang – PoV (point of view) pencerita dari saudara tiri.
  4. Pengorbanan yang ditampilkan oleh kedua saudara tiri dari Sindellarat ketika memperebutkan sepatu. Di dalam Cinderella, saudara tiri dari Cinderella tidak perlu melakukan peengorbanan hingga kakinya lcet. Sedangkan di dalam PBTIJ saudara tirinya melakukan pemotongan bagian kakinya (mutilasi), supaya kakinya dapat masuk dalam sepatunya.
  5. Ibu tiri yang mati.
Kehadiran ibu tiri memang yang paling ditunggu saat membaca cerita “cinderella”. Beegitu juga dengan PBTIJ, pembaca dimanjakan dengan kehadiran tokoh ibu tiri. Sayangnya, kehadiran ibu tiri ini oleh Intan hanya sebentar saja. Hal itu disebabkan Intan melakukan penokohan ibu tiri yang mati di ujung cerita. Itu pastinya berbalik arah dengan cerita Cinderella yang aslinya. Cinderella asli, peenokohan ibu tiri tidaklah dibuat mati, tapi hidup bahagia dengan anak kandungnya (saudara tiri dari Cinderella) dan tentunya hidup dengan anak tirinya cindereella di istananya.
  1. Labelisasi social “balon” pada Ibu Tiri
Munculnya labelisasi social  pada masyarakat pasti berdasarkan pengmatan social kemasyarakatan akan sesuatu hal. Di dalam PBTIJ ini, penokohan dari ibu tiri ternyata menndapatkan labelisasi “balon”, kalau diinterpretasikan di lingkungan masyarakat – perempuan ‘balon’ adlaah perempuan yang suka dan hobi menikah – cerai – menikah – kemudian cerai.  Lagi-lagi, di beroposisi dengan cerita aslinya, namanya juga dekonstruksi J. Kalau di Cinderella, ibu tririnya tidak digambarkan secara mendetail dengan menikah hingga tiga kali, kalau di PBTIJ peenokohan itu digambarkan menikah hingga tiga kali, sehingga masyarakat pun pegal melihat tingkahnya dan disemayamkanlah nama ‘balon’ untuk ibu tiri dari Sindelarat.
  1. Saudara tiri
Usaha saudara tiri  dari Cinderella akan menjadi istrinya pangeran pun terlihat sia-sia, didalam crita Cinderella. Mengapa ? hal itu disebabkan saudara tiri tidak berhasil menggunakan septum kaca yang ditemukan pangeran dan pangeran pun dengan sigap mencari perempuan yang pas dengan sepatu itu , hingga akhirnya ‘cindi’ (sebutan Cinderella) pun ditmukan diatas  loteng. Kemudian digunakanlah sepatu itu padanya, ‘pas’ dan dibawanya pergi Cinderella ke istananya. PBTIJ dibuat lebih panjang. Pembaca harus menemui saudara tirinya Sindelarat menaiki kereta pangeran, karena mereka sempat berhasil memasukkan kaki mereka di dalam sepatu dari pangeran. Di dalam perjalanan, kedua saudara tiri itu mendapatkan musibah,  kereta yang merka tumpangi pun diganggu oleh sekelompok gagak yang berhasil menunjukkan bahwa mereka perempuan yang palsu.

  1. ‘darah’
Unsur cerita menjadi paling penting saat cerita dibuat. Dan yang paling penting adalah unsur tersebut akan mempengaruhi pangsa pasar dari cerita itu. Cinderella dibuat untuk konsumsi anak-anak. Kemudian kalau ditanya. Lalu bagaimana dengan PBTIJ? Apakah untuk anak-anak juga. Saya jawab tidak. Mengapa? Hal itu disebabkan ada unsur yang membuat cerita ini dilarang untuk anak-anak, yakni unsur darah. Darah ditunujukkan oleh Intan pada saat menggambarkan saudara tiri Sindelarat memotong bagian kakinya, supaya kakinya cukup masuk ke sepatu yang dibawa oleh sang pangeran.
Kesimpulannya
Ceerita Perempuan Buta Tanpa Ibu Jari karya Intan Paramadhita meerupakan gambaran contoh kecil dari karya sastra yang dapat dianalisis dengan menggunakan metodee “dekonstruksi”. Metode yang menghadirkan analisa untuk menganalisis trace (jejak_ pada karya sastra sebelumnya, hingga mencoba mencari oposisi binner yang ada didalam sebuah karya sastra ganda. Jelas bilamana karya ini dapat dikatakan sebuah karya yang “ditunda” akhir ceritanya. Cerita ini saya katakana ditunda karena, pada bagian akhir kita tidak dapat mengetahui apakah saudara tirinya akan mati? Ataukah hidup bahagia dengan mata sumbangan? Karena di dalam PBTIJ-kan saudara tirinya buta. Sedangkan untuk Sidellarat pun dibuat oleh Intan mati.
Kemudian tidak berhenti disitu juga,  karya PBTIJ ini sarat akan nila kemasyarakatan yang tinggi. Pertama mulai dari penokohan yang digambarkan oleh Intan – saudara tirinya, saat memotong bagian kakinya. Dia rela memotong kakinya demi sebuah kehidupan yang enak dan dipandang oleh pria sebagai perempuan tercantik saat dirinya berhasil memasukkan kakinya ke dalam sepatu itu. Sama persis pada keadaan yang terjadi sekarang. Perempuan-perempuan di era sekarang rela sakit demi terlihat cantik dan rupawan dipandang oleh pria. Kedua, labelisasi perempuan ‘balon’ sebagai perempuan nakal yang digambarkan oleeh Intan melalui peenokohan Ibu tirinya. Ktiga, filosofis penderitaan perempuan yang setelah melahirkan pasti akan tidak terlihat cantik lagi, malahan urat-urat yang ada ditubuh akan terlihat gelembor. Terakhir, hidup itu harus realistis. Prinsip itu dicetuskan oleh penokohan Sindelarat, dan digambarkan oleh Saudara tirinya saat bercerita mengenai bagaimana kepribadian sosok Sindelarat. Sosok sindelarat yang digammbarkan sebagai perempuan pembohong, dia mengaku tidak butuh materi untuk hidupnya. Sedangkan hidup yang paling bahagia keetika kita juga ada materi.



[1] Teori dekonstruksi adalah teori yang mencoba menghancurkan, menetapkan batas-batasnya sendiri berdasarkan koherensinya.
[2] Oposisi binner adalah berlainan dengan realitas

Tidak ada komentar:

Posting Komentar