Senin, 24 Februari 2014

#poetryII


Aphrodite Sanga
Menepi dalam ruang sajak putih
Mengamati, memandang, merapuh dalam ke kosongan waktu
Yang aku sendiri tidak mengerti sampai kapan ini berakhir. 


Telah lama ke dua mata ini ku paksa untuk mengamati, memandang dan merapuh
Tapi tak ku temukan siapa yang ku nanti dalam tepian ruang sajak putih ini.
Letih? Ku rasa tidak.
Lelah? Ku rasa tidak pula, 


Mungkin dia tidak datang
Atau mungkin,
Dia malu untuk menampakkan siapa dia.
Dia malu untuk mengatakan 1.000an pulau, dia malu untuk mengatakan 1.000an etnik, dan dia malu 
untuk mengatakan inilah saya “negara ribuan tempat jual diri”.


Oh dewa neptunus,
Apakah ini jawaban yang ku tunggu,
Bathara wisnu berikan mendung dalam terangnya cahaya,
Dalam ruang putih yang terlihat seperti hitam jingga dan kelabu kelam.
Ku menanti bathara ratih dalam pagi.
Tapi ku akan tetap menunggu hingga bathara bayu hadir
Dalam “negara ribuan tempat jual diri”.

Kedua mata ini akan tetap menunggu Aphrodite sanga tiba.

[PPSDMS dormitory]

Minggu, 23 Februari 2014

#Menemukan dan Menjual Indonesia


Menemukan dan Menjual Indonesia Di Blitar
 
Tantangan yang berat bagi kita masyarakat Indonesia pada era global adalah merawat kebudayaan Indonesia. Kita bisa belajar apapun dari bangsa luar, kita bisa belajar kebudayaan Korea atau kebudayaan barat dengan sangat mudah. Sampai-sampai kondisi yang seperti itu sesungguhnya bisa membahayakan bagi bangsa kita sendiri, bangsa yang sebenarnya sungguh menawan – Indonesia. 

Sebulan yang lalu saya bersama teman-teman jurusan Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga berkesempatan belajar sambil berwisata menikmati pesona kota patria alias Blitar dalam rangka kuliah lapangan foklor. Kami tidak menyangka potensi besar kebudayaan yang dimiliki Blitar sungguh menawan. Kearifan local yang ada menjadikan kami tersadar betapan indahnya bangsa ini, Bangsa Indonesia. Salah satu suguhan wisata sekaligus sebagai objek pembelajaran kami adalah “kearifan local dari Gong Mbah Kiai”. Gong tersebut dipercaya sebagai salah satu peninggalan bersejarah dari seorang Kiai yang bernama Kiai Bicak kemudian oleh masyarakat disebut sebagai Mbah Kiai Prada. Lokasi Gong Mbah Kiai Prada berada di kecamatan Sutojayan. Gong tersimpan di sebuah pendopo besar dan diselimuti oleh kain putih. 

Setiap 12 Rabiul Awal Gong tersebut dikeluarkan dari pendoponya untuk dicuci oleh pamong dari Gong tersebut. Pencucian ini merupakan satu tradisi masyarakat Blitar dalam bentuk penghormatan kepada Gong peninggalan Mbah Kiai Prada. Sisi yang menarik dari Gong Mbah Kiai Prada adalah deretan pencucian Gong, deretan acara pencucian Gong dimulai dengan tari Tayub, pagelaran pasar malam, langen beksan di Pendopo Pembantu Bupati dan ditutup dengan penampilan wayang kulit semalaman. Gong mbah Kiai Prada kalau kami lihat dengan seksama menjadi salah satu alat pemersatu masyarakat Blitar. Kalau di daerah Yogyakarta ada namanya tradisi surahan yang membuat masyarakat Yogyakarta berkumpul di pusat daerah kemudian tereuphoria berebut makanan. Berbeda dengan daerah Blitar, pada saat hari pencucian Gong beribu masyarakat Blitar bertumpah berkumpul satu titik di pusat Blitar berebut air bekas cucian gong yang dipercaya bisa menyembuhkan penyakit. Sebelum pencucian Gong Mbah Kiai Prada Kepala daerah Blitar menginformasikan kepada seluruh kepala lurah masing-masing desa untuk menghimbaukan kepada rakyatnya supaya ikut merayakan tradisi leluhur mereka – pencucian gong mbah Kiai Prada. 

            Sebenarnya kalau misal kita mau memandang dan merenung besarnya potensi Indonesia yang terpendam, Indonesia bak menjelma mutiara yang terpendam. Banyak cara untuk membaca potensi Indonesia, salah satunya mungkin dapat seperti yang kami lakukan, membaca potensi Indonesia melalui bentuk kebudayaan. Setelah membaca potensi sebagai bentuk menemukan Indonesia yang kita lakukan selanjutnya adalah ‘menjual’ Indonesia kepada mata dunia, menjual dalam arti positif. Kita tunjukkan betapa besar potensi Indonesia untuk menjadi bangsa yang bermatabat dan lebih baik. Indonesia punya beribu kebudayaan, Indonesia punya orang-orang cerdas, tapi sayangnya Indonesia tidak banyak memiliki orang-orang yang percaya diri untuk mengatakan “Ini lah Indonesia yang besar”. Jangan sampai kita seperti orang yang buta dalam terangnya cahaya. 

#NextPPSDMS7 :)

Standarisasi Polisi Cepekan :)


Standart Polisi Cepekan

Sebagian dari kita mungkin tidak mengetahui polisi cepekan itu seperti apa. Di kota besar seperti Surabaya ini, polisi cepekan menjadi primadona bagi pengguna jalan pada saat ingin berbelok di sebuah pertigaan jalan atau persimpangan jalan. Kondisi jalan di Surabaya yang ramai menjadi satu alasan hadirnya polisi cepekan yang berfungsi untuk membantu pengguna jalan berbelok. Disebut cepekan karena memang dirinya akan menerima cepekan dari pengguna jalan setelah berbelok arah. Cepekan sebutan dari uang koin Rp.100 perak hingga Rp. 1000 perak.

Tapi amat disayangkan sekali, polisi mulia ini tidak dilengkapi dengan beberapa standarisasi kerja yang aman. Tidak banyak polisi cepekan yang tidak menggunakan perlengkapan keamanan pada saat menjalankan tugasnya membantu mengarahkan pengguna jalan untuk berbelok. Rawan terjadinya kecelakaan diri sebenarnya membayangi diri seorang polisi cepekan. Dia menjalankan tugasnya demi mencari rezeki, cepekan demi cepekan ia kumpulkan. Cepekan yang diberikan oleh setiap pengguna jalan tidak menjamin keselamatan untuk seorang polisi cepekan.

Maka dari itu dibutuhkan satu standarisasi keamanan yang harus diterapkan untuk polisi cepekan dalam menjalankan tugas mulianya tersebut. Minimal standarisasi keamanan yang harus diterapkan kepada polisi cepekan adalah penggunaan helm. Sehingga helm yang digunakan dapat melindungi kepala polisi cepekan jikalau nanti suatu saat terjadi kecelakaan diri. (sumber gambar : kompas.com)