Jumat, 13 Januari 2012

Raumanen
Gadis Marginal Akan Sebuah Adat

Raumanen seorang gadis yang memiliki makna nama “Pemuda Pemberi Kuncup”. Raumanen sebenarnya tak percaya dengan filosofi nama yang ia sandang, dengan mempercayainya berarti dia akan mendapatkan sebuah kuncup kebahagiaan. Namun kelihatannya filosofi nama itu tak berpengaruh dalam kehidupan percintaannya. Dia jatuh cinta kepada lelaki yang masih senior nya di organisasinya itu. Dia bernama Monang. Monang asli batak dan kekerabatan yang ia pegang bersifat kuat, ini berarti menghorati hokum adat yang berlaku. Disini konflik percintaan yang terjadi anttara mereka berdua.
Raumanen digambarkan denggan bermuka bundar, berkulit langsep. Raumanen lahir di kota Manado, namun dirinya dibesarkan di kota Jakarta. Keluarga Manen berbeda dengan keluarga Monang. Keluarga Manen tak terlalu memusingkan adat istiadat, “Bhinneka Tunggal Ika”. Perbedaan bagi keluarga kecil ini indah, soal kesukuan itu sudah kadaluarsa. Dari kelima kakaknya, Cuma seorang yang mempersuntingkan gadis kesukuannya.
Ir. Hamonangan Pohap (Monang) lelaki yang sudah senioritas dalam suatu organisasi dan organisasi tersebut bernama GMI (Gerakan Mahasiswa Indonesia). Organisasi yang mempertemukan mereke berdua ini membawa dampak konflik adat yang hingga akhirnya berujung kematian Manen(panggilan akrab Raumanen). Keluarga Monang tidak setuju dengan keputusan bahwa dia akan mempersunting Manen. Adat istiadat yang dipegang oleh keluarganya Monang menyatakan, bahwa sanya kekerabatan Batak tak di izinkan untuk bersatu atau menikah dengan kekerabatan selain pada kekerabatan Batak.


Saat pertama kalinya ..
Manen bertemu dengan Monang ketika dirinya dijemput oleh Patrick ke rumah bapak professor (entah siapa namanya tak dijelaskan oleh Marianne Katoppo). Patrick seorang teman Manen yang tergambarkan dengan kepribadian yang tegas, dan terlihat mempunyai perasaan pada Manen. Mungkin tergabarkan jelas saat Patrick berusaha melindungi Manen dari godaan Monang. Bapak Professor ini adalah pelindung GMI (Gerakan Mahasiswa Indonesia). Manen dan rekan-rekannya hendak menyampaikan selamat ulang tahun yang keenam puluh pada bapak professor itu.
 Manen benar-benar  membuat Monang jadi tergila-gila padanya, parasnya yang polos memberikan kesan tersendiri bagi Manen. Menurut kabar burung yang beredar dan sampai ditelingga Manen, Monang adalah lelaki yang terkenal buaya darat. Sudah banyak wanita yang menjadi korban kegombalannya. Manen tak terlalu mengurusi itu semua, hal ini disebabkan awalnya manen tak punya rasa yang lebih selain memposisikan Monang sebagai kakak senior saja dalam GMI. Termasuk Lori. Lori adalah teman kuliah Edu, dan termasuk favorit di fakultasnya. Wajahnya seperti Liz Taylor, dia bersikap ramah pada siapapuun, termasuk Manen dan memanggilnya dengan sebutan “Keke”(panggilan untuk anak perempuan). Dia menginterogasi Manen dengan beberapa pertanyaan yang pertanyaan itu memiliki makna sama, “Sejak kapan dia jadian dengan Monang”. Manen hanya menjawab dengan melempar senyumnya yang tipis itu. Lori bercerita panjang lebar padanya dan Patrick. Lori sempat mengancam pada Monang, kalau seandainya jangan sampai dia mempermainkan temannya itu, Manen. Jangan jadikan Manen sebagai daun pisang, dimana setelah tak guna langsung dibuang di tempat sampah. Manen hanya tertawa geli mendengar orasi Lori.
Hari itu Manen beserta rekan-rekannya (tak termasuk Monang) ditugaskan untuk pergi mewakili pengurus pusat pada acara perkenalan mahasiswa disana. Monang tak bisa membantu mereka dalam acara ini, sebab dia harus menjemput ibunya, yang sedang ada bisnis di Bandung. Monang menghantarkan mereka menggunakan mobil pribadinya, yang selama ini mobilnya dijadikan suatu alat transportasi public anggota atau bus mini organisasi.
Monang dan Ilyas menjemput Manen dirumahnya, Ilyas rekan organisasi Manen dan berasal dari Mandaling. Ilyas sedang menempuh kuliah di jurusan Hukum. Ketika sampai dirumah Manen, Monang tak turun dari mobilnya. Ilyas turun dari mobil dan memberi salam hangat pada ibunya Manen. Berbincang-bincang kecil dengan ibu Manen, ibu Manen mencuri-curi pandang melihat Monang. Dia melihat keheranan pada pola tingkah lakunya si Monang, beliau bertanya pada si Manen laki-laki tersebut berasal dari universitas mana. Beliau tak melihat kesopanan pada diri Monang.
Kemudian Monang mendengar pembicaraan antara Manen dan ibunya tersebut, dengan kepaksaan Monang turun dari mobil mini busnya tersebut. Dijelaskan dengan gamblang bahwa Monang baru saja pulang dari kantor dan dia merasa sungkan akan turun dari mobilnya menghadap ibunya Manen karena merasa pakaiannya acak-acakan. Ibu Manen mengatakan mahasiswa lulusan ITB itu membungkuk ketika bertemu dengan seseorang. Dalam perjalanan Ilyas segera tertidur didalam mobil nya, Monang dan Manen berhadapan. Monang menyanyi Ramona dengan mengganti lirik nya menjadi Manen. Monang terkagum-kagum dengan nama Manen, nama yang indah baginya. Manen menjelaskan tentang makna namanya.
Sesungguhnya kisah kasih Manen dan Monang terjalin di kota kembang, Bandung. Bandung adalah kota tempat menuntut Monang selama tujuh tahun lamanya. Saat perjalanan Monang menatap Manen dan tiba-tiba dia mencium kening Manen. Manen terperanjat melihat kelakuan si Monang. Monang mengatakan kepadanya, dia terkadang terlalu mencintai Manen kadang juga dia tak terlalu mencintai gadis Minahasa itu. Sebab Manen terlalu idealis bagi Monang, Manen bercerita tentang Loce. Loce adalah perempuan yang pernah menjadi salah satu korban percintaan dari Monang. Dulunya Monang sempat akan merencanakan sebuah pertunangan sama Loce, namun rencana itu gagal. Orang tua Monang tak setuju dengan rencana itu, lagi pula saat Loce akan bersekolah di Australia.
Hari itu Monang berbincang padanya dengan sangat serius sekali, tak seperti biasa dirinya berkepribadian yang serius. Setiap hari Monang selalu ceria. Manen merasa dirinya masih terlalu muda dan hijau, untuk memberikan rautan warna dalam kisah percintaan mereka. Ketika hubungan mereka dirasa semakin mesra, dunia luar kiranya perlu turut memberikan pendapat serta pandangannya pada kisah kasih mereka berdua.
Tagor tetangga Manen, lelaki itu dulunya sempat mengajar bahasa batak si Manen. Dia berkata bahwa orang batak itu tak mau menerima kekerabtan selain dari suku mereka sendiri. Tagor juga berpesan pada nya agar tidak terlalu berharap pada Monang. Ternyata tak luput juga ibu Manen memberikan petuah pada anak gadisnya, beliau mengoceh bebas bak menulis narasi bebas. “jikalau Manen akan menikah dengan Monang, dia akan disuruh bekerja keras. Padahal Manen tak terlalu begitu suka dengan pekerjaan keras, menanak nasi saja dia tak terlalu begitu  mahir”.
Manen memberikan contoh saudara sepupunya, yang bernama Theresia-Resi. Saudara sepupunya itu menikah dengan seorang guru agama batak beberapa tahun yang lalu, tampaknya sangat rukun dan bahagia. Ibunya hanya menghela napas panjang mendengar kegigihan anak gadisnya itu.
Besoknya Patrick menghampiri Manen, dia juga memberikan petuah yang sama tentang hubungan Manen dan Monang. Sahabat karibnya itu berkata bahwaw “suku batak itu keras dan menghormati hukum adatnya. Apabila tidak menghormati hukum adat, maka dia tidak akan dianggap oleh marga nya.”
Esoknya ..
Ada sebuah pesta dilingkungan Manen, pesta melantai sampai fajar menyingsing. Monang melantai dengan pasangan lainnya, terlihat Monang seperti memanasi Manen. Namun Manen tak terlihat cemburu pada tingkah lakunya si Monang. Manen bersantai ria dengan teman-temannya, sedangkan Monag tetap saja berdansa ria dengan kawan-kawannya. Patrick menghampiri Manen dan bertanya menggoda pada Manen, dia menyanjung kepribadian Manen yang sederhana dan tak terlalu mengikat Monang. Sehingga Monang terlihat lebih rileks dan bebas. Saat melantai, Monang meninggalkan Manen sendiri disudut ruang. Malam pun tiba, batang hidung nya tak terlihat sama sekali. Teman Manen telah mengajaknya untuk pulang bareng. Namun dia menolaknya karena dia ingin menunggu si Monang. Dan yang ditunggu pun tiba, dia menghampiri Manen bersama teman-temannya dan salah satu nya adalah seorang gadis yang tinggi semampai, cantik serta ayu.
Manen membayangkan bagaimana mesranya saat Monang melantai tadi dengan wanita ayu itu, dia menghela nafas dengan matanya yang sayup-sayup menandakan dirinya telah lelah. Monang menggandeng tangan Manen, dia memperkenalkan teman ceweknya yang dibatin oleh Manen cantik tadi. Cewek itu bernama Ai-Lin, dia meminta tolong pada Monang untuk menghantarkan dirinya pulang. Monang menghantarkan Ailin pertama, setelah selsai semua diantar olehnya, Manen dibawa olehnya ke arah Jakarta By Pass. Sebenarnya Manen adalah mangsa yang empuk untuk dijadikan sasaran percintaan Monang.
Satu hari Monang mengajak Manen menikmati liburannya, dia diajaknya ke puncak menikmati birunya gunung dan hijau nya kebun the yang menghadang. Mereka menikmati hidangan sate yang mereka santap, obrolan ringan terjadi diantara mereka. Topic yang diangkat adalah masalah eksistensial tuhan. Manen tak terlalu percaya dengan adanya tuhan, namun Monang bersikukuh dengan adanya tuhan. Disaat Monang menatap wajah Manen seolah kulitnya bening, terlihat aliran darahnya yang begitu memerah. Dia mencium pipinya Manen, Manen terperanjat kaget. Pelayan kedai sate itu hanya nyengir saat melihat penciuman dua insane itu, sembari menghantark segelas susu hangat. Diluar mendung datang menghiasi puncak saat itu, ketika perjalanan mobil Monang tiba-tiba mogok. Hujan lebat telah menari-nari diluar, Monang basah kuyup. Mereka memutuskan untuk berteduh di bungalow yang dekat situ. Awalnya tujuannya hanya berteduh saja, namun petugas bungalow menawarkan untuk kamarnya pula.
Dan disinilah penderitaan gadis Minahasa itu dimulai ..
Ketika mereka menginap dibungalow tersebut, tanpa disadari jeadian yang tak suci itu pun terjadi. Mereka tak tahu siapa yang patut disalahkan dalam kejadian ini, Monang berjanji akan bertangung jawab atas kejadian ini. Manen hanya bisa diam dan meneteskan airmatanya, Monang melihat ini segera menenangkang gadis yang ia dambakan ini. Dengan sekuat tenaga dirinya meyakinkan Manen, hingga akhirnya Manen tersenyum lega. Monang akan bertanggung jawab atas kejadian ini bukan atas dasar cinta, melainkan atas dasar senang dan nyaman pada diri Manen. Namun Manen menolak saat Monang mengajaknya pergi untuk kawin lari, mereka akan memulai hidup barunya di Kalimantan. Manen tak setuju dengan ide Monang, sebab Manen masih ingin meneruskan belajarnya.
Beberapa hari sesudahnya,
Monang mengajak kedua adiknya yang baru saja datang dari Medan kerumah Manen, Monang menitipkan sebentar kepada Manen. Hal ini diisebabkan Monang ada jam untuk menngisi jam kuliah di akademik teknik swasta dekat situ. Tagor yang suka bermain dikediaman Manen, dia mengatakan padanya bahwa Monang kelihatannya telah serius dengannya, itu semua ditunjukkan dengan memperkenalkan angota keluarganya. Walaupn masih eda-edanya (adiknya atau calon iparnya).
Adik Monang bernama Miri dan Ria, mereka terlihat sangat lincah. Sehingga membuat Manen lebih cepat akrab dengan mereka. Setelah mengajar, Monang menghampiri dan menjemput adiknya yang telah dititpkan pada kekasihnya tersebut. Monang terlihat lega sekali saat melihat ketiganya bersenda gurau telah akrab satu sama lain, hal ini menunjukkan usaha Monang tahap awal untuk konfrontasi agar nantinya dapat membuka jalan pernikahan bagi keduanya terlihat sukses. Sesaat berfikir sejenak, Manen berkata “apakah secepat ini dirinya mengabdi pada seorang lelaki? Dan apakah seharusnya aku cepat-cepat untuk menerima Monang.” Padahal Manen sendiri tak tahu, apakah Monang mencintai benar gadis Minahasa tersebut.
Berpikir tentang cinta memang tak akkan ada habisnya, Manen percaya cinta akan datang saat waktu telah ditentukan oleh Nya. Walaupun sempat terbesit dalam hatinya, dia tak percaya terhadap namanya cinta. Manen memandang hubungan mereka ini bukan atas dasar sebuah kasih maupun cinta, melainkan sebuah rasa “tanggung jawab”, karena mereka terlanjur di sore itu, di Cibogo.
Rumah baru yang telah disediakan oleh Monang secara diam-diam, di Kebayoran. Sore itu, Manen dijemput oleh Monang di kantor pusat. Sebenarnya dirinya sudah ada janji dengan Sahat, dia ada janji untuk menyiapkan persiapan dokumen buat kongres nantinya. Hingga akhirnya, manen mengiyakan ajakan Monang untuk pergi ke Kebayoran. Monang masih saja merahasiakan tentang ajakannya, sebelumnya dia meminta untuk dihantarka ke kantor pengurus GMI dulu. Memohon maaf pada Sahat untuk membatalkan janjinya. Shat mengomel dengan sendirinya, dia berkata pada Monang bahwa dulunya Manen tak semalas ini, dia selalu paling rajin diantara anggota GMI lainnya.
Sahat meminta tolong agar Monang menghantarkan dirinya pulang, untuk kedua kalinya Monang membuat hati nya kesal. Monang tak bisa menghantarkannya, karena dia ada urusan mendadak di hari ini. Sahat melengos dengan merapikan lembaran-lembaran kertas. Bak dikejar drakula, sepasang kekasih ini berlarian.  Dan menuju ke Kebayoran ..
            Setibanya disana, Monang menunjukkan beberapa paviliiun rumah yang akan dibangun nya. Monang menyatakan ini adalah proyek yang akan dibangunnya. Dan oleh bos proyeknya dia diberi sebuah hadiah sebuah rumah. Salah satu rumah itu adalah rumah milik Monang, dan dihadiahkan untuk perkawinan mereka.
Terpancar kegembiraan diraut wajah si Manen, hari itu juga mereka segera membeli sebuah perabotan dan sebuah kain untuk menutupi jendela.
            Hari itu pengurus pusat sedang mengadakan siding, di kongres mendatang akan diadakan regenerasi untuk kepengurusan baru. Semua anggota GMI membicarakan siapakah yang akan amsih bertahan dalam ranah organisasi ini, dulunya ketua dari GMI ini adalah si Bonar. Untuk periode kedepan mungkin Bonar tak bisa lagi memegang jabatan  ini. Dia telah cukup lama mengolor status kemahasiswaanya di jurusan Hukum, sudah saatnya dirinya harus berkiprah diluar dengan menggunakan jubah hitam dan siap untuk menghakimi seseorang dengan bijak.
            Semua terdiam sejenak dan memandang ke Raumanen, dengan gaguk dia menjawab tidak siap untuk jabatan kedepannya. Wajah polosnya itu membuat semua anggota tertawa terbahak-bahak, ketika dirinya menjawab salah, ini membuat dia menjadi SALTING. Sahat menngoda Manen dengan pekikan “Manen telah dibajak oleh senior friend kita, si Monang. Sehingga dia sudah ada keputusan tersendiri.” Manen hanya menatap mereka dengan senyuman tipis.
Tiba-tiba
Dia meminta ijin untuk meninggalkan sidang, karena dia akan ada kuliah jam lima sore. Manen perggi dengan tertatih pelan-pelan, dia memegang adik kayu kursi itu dengan sekuat tenaga. Sepertinya semmua anggota tak terlalu memperdulikan sikap aneh Manen, mereka terlalu sibuk dengan isi sidang yang berlangsung. Matanya berkunang-kunang dan serasa dunia ini bergoyah, tak salah lagi tanda-tanda gejala yang sempat Manen baca kemarin disalah satu literature, itu semua bernilai positf.
            Sesaat dijalan, Manen bertemu dengan teman lamanya yang bernama Sara. Sara memanggil dirinya ketika menyebrang. Sara menggandeng Manen ketepi jalan, Sara mengajaknya jalan dan nonton. Memang dulunya Sara adalah sahabat karibnya mulai kecil, yah bisa dibilang dari TK. Sara berbicara banyak tentang kelakuan Monang yang bejat, dia menyarankan agar melupakan dan meninggalkan laki-laki bejat itu. dia pernah bertemu dengan Monag saat di Studio biskop, dia bermesraan  dengan wanita lain. Saat itu memang kebetulan Sara yang sedang menonton juga bersama pacarnya, Joni. Manen hanya menjawab pernyataan dari Sara dengan menepis bahwa perempuan itu adalah saudaranya dari Sibolga. Sara tetap bersikukuh menghantam hati Manen dengan pernyataan yang menyakitkan itu.
Sudah seminggu Monang tak datang menjumpai dirinya, begitu gelisah dan glaunya hati si Manen. Dia pernah mengatakan bahwa dia sedang menghantarkan saudaranya dari Sibolga. Manen sesungguhnya khawatir dengan tindakan itu. Tapi dia akan menetralisir semua perasaan ini, dengan berpikir postif. Yah .. menghantarkan saudara adalah perbuatann terpuji.
            Untuk merefrshkan pikirannya, hari itu dia pergi menonton dengan temannya yang baru saja datang dari luar neggeri, dia adalah Norah. Mereka berdua menonton film kocak, namun hati dan pikiran Manen tak sejalan dengan perasaan dirinya yang mengfikirkan si Monang. Mereka memakan sate di jalan Blora, Manen terlihat melamun dan kurus dilihat oleh Norah. Norah mulai takut dengan keadaan temannya itu, hingga ..
   “hai Manen, apa yang terjadi pada dirimu ??” Tanya Si Norah dengan memandang kedua bola mata Manen.
Manen hanya terdiam dan mematahkan tusuk satenya dengan ragu-ragu. Kini giliran si Manen yang memandang dirinya. Manen meminta kepada Norah agar dia mengantarkannya ke rumah Monang. Dia rindu kepadanya.
Dengan secepat kilat mobil Norah melaju kerumah Monang, saat hamper tiba ..
Rumah Monang dihiasi dengan berjubel orang serta lampu warna-warni. Norah mengira bahwa ada suatu pesta, dia menyesal telah mengajak pergi si Manen untuk menemani dirinya. Manen menahan airmatanya yang akan jatuh, dia sudah mengira ini adalah pesta perkawinan. Hingga akhirnya Norah mengetahui maksud ini semua, dia turun dari mobilnya segera menuju kerumah Monang yang padat dengan orang-orang itu.
Norah menggeret Monang dihadapan Manen, dia tergesa-gesa saat bertemu dengannya. Seolah dia seperti ketakutan apabila si Monang terlihat oleh ibunya itu. Manen hanya bisa menahan tangis nya itu. setelah pertemuan singkat itu usai, Manen diajaknya pergi dari rumah si jahannam tersebut. Manen terisak dalam kamarnya , seolah rembulan menerkam malam itu. malam menjadi kelam waktu itu.
            Satu hari banyak nian surat yang datang untuk si Manen, entah dari mana surat itu. yyang pasti surat itu beralamatkan dari Bogor. Dia tak tahu siapa yang mengiriminya. Keesokannya saat Monang datang menghampirinya, Manen menceritakan semuanya yang telah terjadi pada dirinya kepada Monang. Monang hanya bisa berhumor ria, dan saat paling menegangkan adalah ketika Manen akan mengutarakan dirinya telah hamil. Manen memberanikan dirinya untuk berterus terang pada Monang, tentang kehamilannya ini.
Tak disangka terrnyata sesaat setelah Monang mengetahui bahwa kekasihnya itu hamil, dia bergembira sekali. Berarti ini semua telah dibukakan jalan oleh yang kuasa, ini mempermudah jalan kita untuk bersatu bersama, Manen. Pekiknya si Monang.
   Manen berasa dirinya telah berdosa dan sedikit rasa berbahagia pula, kata-kata hamil seolah menyudutkan nilai moral yang telah ia pegang selama ini. Pagi itu dia berangkat menuju ke kantor  pusat GMI dengan mengenakan pakaian merah jambu muda, dia ingin terlihat ceria didepan anggota lainnya. Selama ini Manen selalu mengkontrolkan kesehatannya di teman organisasinya, dia adalah Phillip. Manen menyibukkan dirinya dengan kegiatan-kegiatan persiapan menuju kongres. Pagi sampai sore dia membuat dokumen-dokumen kongres, anehnya sore itu dia merasa letih sekali. Memang sih tak ada perubahan sedikitpun dari bentuk tubuhnya. dia diijinkan pulang oleh Sahat, sesaat akan pulang Phillip menemani Manen saat jalan kaki. Setibanya di klinik milik Phillip, Manen menceritakan semuanya yang telah terjadi padanya. Mulai dari kejadian di Cibogo sampai dia kini mengandung annak si Monang dengan hati yang panas Phillips menhampiri Monang keesokan harinya.
Monang seolah kebakaran jengot setelah mendapat teguran dari teman satu organisasi itu, dia menyyalahkan si Manen. Kenapa dirinya sampai menceritakan ini semuanya pada semua orang. Manen mendengarkan pernyataan si Monang, seolah dirinya tak percaya bahwa kejantanan Monang telah hilang entah kemana. Sebenarnya si Monang meminta kekasihnya itu untuk berdiam dulu, dia meminta waktunya untuk berdamai dengan orang tuanya itu. Tapi apa daya, semua telah terjadi Manen.
Satu hari sesaat setelah perdebatan antara Raumanen dengan Monang, dokter Phillip mengatakan bahwa anak yang akan dilahirkan oleh Manen akan mengalami suatu kecacatan, entah mungkin dikarenakan suatu virus yang bersarang pada kandungan Manen. Sempat tak percaya mendengar hasil pemeriksaan Phillip, Manen pulang dengan keadaan hampa. Hati yang kosong membuat malam itu diirinya mengurung dikamarnya sendiri. Malam semakin larut dan seharusnya dia menyalakan lampu kamarnya, tapi seolah tubuhnya seperti dipenjaran tak dapat berbuat apa-apa. Monang menghampiri ke rumah Manen, terdengar sayup-sayup langkah ringan dan jawaban yang tak pasti terlontarkan dari mulut orang rumah nya. Sesaat untuk mencoba menghalang-halangi Monang untuk masuk melihat Manen. Dan sesaat Monang memanggil nama Manen, di depan kamarnya tak ada jawaban sedikit pun.
Hingga akhirnya ..
Dia mendobrak pintu kamarnya, dan yang terlihat tetesan darah yang menggalir deras dari pergelangan tangan Manen seolah membelah cahaya rambulan yang berusaha memaksa menerobos masuk kedalam kamar Manen.
Keesokan paginya Manen telah dikebumikan bersama kenangan yang telah terlukiskan, kematian Manen sepertinya tak hanya meninggalkan jasad dirinya saja. Melainkan jiwa calon anak yang ada dalam kandungannya pun ikut pergi bersama dirinya. Sepertinya Monang terlihat terpukul denggan kepergian si Manen, dia tak menyangka ini semua bakal terjadi.
Setelah beberapa tahun berlalu Manen tak lagi dibumi ini, dan kini Monang menikah dengan perempuan yang sesuai suku nya. Entah dia mencintai perempuan itu seperti saat dia mencintai Manen. Sduah terlalu lama orang terdekat Manen tak berkunjung ke rumah barunya itu (kuburan). Dulunya saja saat awal mula kalinya dia pindah dirumah barunya itu, banyak nian family yang datang menjenguknya. Walaupun hanya sekedar memberikan tanda kedatangan manusia, dengan seikat bunga dan ditaruh diatas tanah yang telah menyelimuti tubuhnya tersebut.
Akhirnya setelah malam itu Monang bermimpi wajah kekasih nya itu (Manen), esoknya tanpa sepengetahuan istrinya dia pergi berziarah ke makam Manen.
Demikian sedikit rangkuman dari sebuah karya Marianne Katoppo-Raumanen. Dapat diambil Internalized Value bagi kita semua seperti sikap primordialisme sesungguhnya menimbulkan sebuah perpecahan dalam kemajemukan masyarakat. Apalagi kita hidup di Negeri yang kaya akan suku, ras, bahasa, dan adat. Sepertinya bila kita masih saja tetap masih mendukung pemikiran ini, insyallah akan hancur.




TAMAT

Tidak ada komentar:

Posting Komentar