Raumanen
Gadis Marginal Akan
Sebuah Adat
Raumanen
seorang gadis yang memiliki makna nama “Pemuda Pemberi Kuncup”. Raumanen
sebenarnya tak percaya dengan filosofi nama yang ia sandang, dengan
mempercayainya berarti dia akan mendapatkan sebuah kuncup kebahagiaan. Namun
kelihatannya filosofi nama itu tak berpengaruh dalam kehidupan percintaannya.
Dia jatuh cinta kepada lelaki yang masih senior nya di organisasinya itu. Dia
bernama Monang. Monang asli batak dan kekerabatan yang ia pegang bersifat kuat,
ini berarti menghorati hokum adat yang berlaku. Disini konflik percintaan yang
terjadi anttara mereka berdua.
Raumanen
digambarkan denggan bermuka bundar, berkulit langsep. Raumanen lahir di kota
Manado, namun dirinya dibesarkan di kota Jakarta. Keluarga Manen berbeda dengan
keluarga Monang. Keluarga Manen tak terlalu memusingkan adat istiadat,
“Bhinneka Tunggal Ika”. Perbedaan bagi keluarga kecil ini indah, soal kesukuan
itu sudah kadaluarsa. Dari kelima kakaknya, Cuma seorang yang mempersuntingkan
gadis kesukuannya.
Ir.
Hamonangan Pohap (Monang) lelaki yang sudah senioritas dalam suatu organisasi
dan organisasi tersebut bernama GMI (Gerakan Mahasiswa Indonesia). Organisasi
yang mempertemukan mereke berdua ini membawa dampak konflik adat yang hingga
akhirnya berujung kematian Manen(panggilan akrab Raumanen). Keluarga Monang
tidak setuju dengan keputusan bahwa dia akan mempersunting Manen. Adat istiadat
yang dipegang oleh keluarganya Monang menyatakan, bahwa sanya kekerabatan Batak
tak di izinkan untuk bersatu atau menikah dengan kekerabatan selain pada
kekerabatan Batak.
Saat
pertama kalinya ..
Manen
bertemu dengan Monang ketika dirinya dijemput oleh Patrick ke rumah bapak
professor (entah siapa namanya tak dijelaskan oleh Marianne Katoppo). Patrick
seorang teman Manen yang tergambarkan dengan kepribadian yang tegas, dan
terlihat mempunyai perasaan pada Manen. Mungkin tergabarkan jelas saat Patrick
berusaha melindungi Manen dari godaan Monang. Bapak Professor ini adalah
pelindung GMI (Gerakan Mahasiswa Indonesia). Manen dan rekan-rekannya hendak
menyampaikan selamat ulang tahun yang keenam puluh pada bapak professor itu.
Manen benar-benar membuat Monang jadi tergila-gila padanya,
parasnya yang polos memberikan kesan tersendiri bagi Manen. Menurut kabar
burung yang beredar dan sampai ditelingga Manen, Monang adalah lelaki yang
terkenal buaya darat. Sudah banyak wanita yang menjadi korban kegombalannya.
Manen tak terlalu mengurusi itu semua, hal ini disebabkan awalnya manen tak
punya rasa yang lebih selain memposisikan Monang sebagai kakak senior saja
dalam GMI. Termasuk Lori. Lori adalah teman kuliah Edu, dan termasuk favorit di
fakultasnya. Wajahnya seperti Liz Taylor, dia bersikap ramah pada siapapuun,
termasuk Manen dan memanggilnya dengan sebutan “Keke”(panggilan untuk anak
perempuan). Dia menginterogasi Manen dengan beberapa pertanyaan yang pertanyaan
itu memiliki makna sama, “Sejak kapan dia jadian dengan Monang”. Manen hanya
menjawab dengan melempar senyumnya yang tipis itu. Lori bercerita panjang lebar
padanya dan Patrick. Lori sempat mengancam pada Monang, kalau seandainya jangan
sampai dia mempermainkan temannya itu, Manen. Jangan jadikan Manen sebagai daun
pisang, dimana setelah tak guna langsung dibuang di tempat sampah. Manen hanya
tertawa geli mendengar orasi Lori.
Hari
itu Manen beserta rekan-rekannya (tak termasuk Monang) ditugaskan untuk pergi
mewakili pengurus pusat pada acara perkenalan mahasiswa disana. Monang tak bisa
membantu mereka dalam acara ini, sebab dia harus menjemput ibunya, yang sedang
ada bisnis di Bandung. Monang menghantarkan mereka menggunakan mobil
pribadinya, yang selama ini mobilnya dijadikan suatu alat transportasi public
anggota atau bus mini organisasi.
Monang
dan Ilyas menjemput Manen dirumahnya, Ilyas rekan organisasi Manen dan berasal
dari Mandaling. Ilyas sedang menempuh kuliah di jurusan Hukum. Ketika sampai
dirumah Manen, Monang tak turun dari mobilnya. Ilyas turun dari mobil dan
memberi salam hangat pada ibunya Manen. Berbincang-bincang kecil dengan ibu
Manen, ibu Manen mencuri-curi pandang melihat Monang. Dia melihat keheranan
pada pola tingkah lakunya si Monang, beliau bertanya pada si Manen laki-laki
tersebut berasal dari universitas mana. Beliau tak melihat kesopanan pada diri
Monang.
Kemudian
Monang mendengar pembicaraan antara Manen dan ibunya tersebut, dengan kepaksaan
Monang turun dari mobil mini busnya tersebut. Dijelaskan dengan gamblang bahwa
Monang baru saja pulang dari kantor dan dia merasa sungkan akan turun dari mobilnya
menghadap ibunya Manen karena merasa pakaiannya acak-acakan. Ibu Manen
mengatakan mahasiswa lulusan ITB itu membungkuk ketika bertemu dengan
seseorang. Dalam perjalanan Ilyas segera tertidur didalam mobil nya, Monang dan
Manen berhadapan. Monang menyanyi Ramona dengan mengganti lirik nya menjadi
Manen. Monang terkagum-kagum dengan nama Manen, nama yang indah baginya. Manen
menjelaskan tentang makna namanya.
Sesungguhnya
kisah kasih Manen dan Monang terjalin di kota kembang, Bandung. Bandung adalah
kota tempat menuntut Monang selama tujuh tahun lamanya. Saat perjalanan Monang
menatap Manen dan tiba-tiba dia mencium kening Manen. Manen terperanjat melihat
kelakuan si Monang. Monang mengatakan kepadanya, dia terkadang terlalu
mencintai Manen kadang juga dia tak terlalu mencintai gadis Minahasa itu. Sebab
Manen terlalu idealis bagi Monang, Manen bercerita tentang Loce. Loce adalah
perempuan yang pernah menjadi salah satu korban percintaan dari Monang. Dulunya
Monang sempat akan merencanakan sebuah pertunangan sama Loce, namun rencana itu
gagal. Orang tua Monang tak setuju dengan rencana itu, lagi pula saat Loce akan
bersekolah di Australia.
Hari
itu Monang berbincang padanya dengan sangat serius sekali, tak seperti biasa
dirinya berkepribadian yang serius. Setiap hari Monang selalu ceria. Manen merasa
dirinya masih terlalu muda dan hijau, untuk memberikan rautan warna dalam kisah
percintaan mereka. Ketika hubungan mereka dirasa semakin mesra, dunia luar
kiranya perlu turut memberikan pendapat serta pandangannya pada kisah kasih
mereka berdua.
Tagor
tetangga Manen, lelaki itu dulunya sempat mengajar bahasa batak si Manen. Dia
berkata bahwa orang batak itu tak mau menerima kekerabtan selain dari suku
mereka sendiri. Tagor juga berpesan pada nya agar tidak terlalu berharap pada
Monang. Ternyata tak luput juga ibu Manen memberikan petuah pada anak gadisnya,
beliau mengoceh bebas bak menulis narasi bebas. “jikalau Manen akan menikah
dengan Monang, dia akan disuruh bekerja keras. Padahal Manen tak terlalu begitu
suka dengan pekerjaan keras, menanak nasi saja dia tak terlalu begitu mahir”.
Manen
memberikan contoh saudara sepupunya, yang bernama Theresia-Resi. Saudara
sepupunya itu menikah dengan seorang guru agama batak beberapa tahun yang lalu,
tampaknya sangat rukun dan bahagia. Ibunya hanya menghela napas panjang
mendengar kegigihan anak gadisnya itu.
Besoknya
Patrick menghampiri Manen, dia juga memberikan petuah yang sama tentang
hubungan Manen dan Monang. Sahabat karibnya itu berkata bahwaw “suku batak itu
keras dan menghormati hukum adatnya. Apabila tidak menghormati hukum adat, maka
dia tidak akan dianggap oleh marga nya.”
Esoknya
..
Ada
sebuah pesta dilingkungan Manen, pesta melantai sampai fajar menyingsing.
Monang melantai dengan pasangan lainnya, terlihat Monang seperti memanasi
Manen. Namun Manen tak terlihat cemburu pada tingkah lakunya si Monang. Manen
bersantai ria dengan teman-temannya, sedangkan Monag tetap saja berdansa ria
dengan kawan-kawannya. Patrick menghampiri Manen dan bertanya menggoda pada
Manen, dia menyanjung kepribadian Manen yang sederhana dan tak terlalu mengikat
Monang. Sehingga Monang terlihat lebih rileks dan bebas. Saat melantai, Monang
meninggalkan Manen sendiri disudut ruang. Malam pun tiba, batang hidung nya tak
terlihat sama sekali. Teman Manen telah mengajaknya untuk pulang bareng. Namun
dia menolaknya karena dia ingin menunggu si Monang. Dan yang ditunggu pun tiba,
dia menghampiri Manen bersama teman-temannya dan salah satu nya adalah seorang
gadis yang tinggi semampai, cantik serta ayu.
Manen
membayangkan bagaimana mesranya saat Monang melantai tadi dengan wanita ayu
itu, dia menghela nafas dengan matanya yang sayup-sayup menandakan dirinya
telah lelah. Monang menggandeng tangan Manen, dia memperkenalkan teman ceweknya
yang dibatin oleh Manen cantik tadi. Cewek itu bernama Ai-Lin, dia meminta
tolong pada Monang untuk menghantarkan dirinya pulang. Monang menghantarkan
Ailin pertama, setelah selsai semua diantar olehnya, Manen dibawa olehnya ke
arah Jakarta By Pass. Sebenarnya Manen adalah mangsa yang empuk untuk dijadikan
sasaran percintaan Monang.
Satu
hari Monang mengajak Manen menikmati liburannya, dia diajaknya ke puncak
menikmati birunya gunung dan hijau nya kebun the yang menghadang. Mereka
menikmati hidangan sate yang mereka santap, obrolan ringan terjadi diantara
mereka. Topic yang diangkat adalah masalah eksistensial tuhan. Manen tak
terlalu percaya dengan adanya tuhan, namun Monang bersikukuh dengan adanya
tuhan. Disaat Monang menatap wajah Manen seolah kulitnya bening, terlihat
aliran darahnya yang begitu memerah. Dia mencium pipinya Manen, Manen
terperanjat kaget. Pelayan kedai sate itu hanya nyengir saat melihat penciuman
dua insane itu, sembari menghantark segelas susu hangat. Diluar mendung datang
menghiasi puncak saat itu, ketika perjalanan mobil Monang tiba-tiba mogok.
Hujan lebat telah menari-nari diluar, Monang basah kuyup. Mereka memutuskan
untuk berteduh di bungalow yang dekat situ. Awalnya tujuannya hanya berteduh
saja, namun petugas bungalow menawarkan untuk kamarnya pula.
Dan
disinilah penderitaan gadis Minahasa itu dimulai ..
Ketika
mereka menginap dibungalow tersebut, tanpa disadari jeadian yang tak suci itu
pun terjadi. Mereka tak tahu siapa yang patut disalahkan dalam kejadian ini,
Monang berjanji akan bertangung jawab atas kejadian ini. Manen hanya bisa diam
dan meneteskan airmatanya, Monang melihat ini segera menenangkang gadis yang ia
dambakan ini. Dengan sekuat tenaga dirinya meyakinkan Manen, hingga akhirnya
Manen tersenyum lega. Monang akan bertanggung jawab atas kejadian ini bukan
atas dasar cinta, melainkan atas dasar senang dan nyaman pada diri Manen. Namun
Manen menolak saat Monang mengajaknya pergi untuk kawin lari, mereka akan
memulai hidup barunya di Kalimantan. Manen tak setuju dengan ide Monang, sebab
Manen masih ingin meneruskan belajarnya.
Beberapa
hari sesudahnya,
Monang
mengajak kedua adiknya yang baru saja datang dari Medan kerumah Manen, Monang
menitipkan sebentar kepada Manen. Hal ini diisebabkan Monang ada jam untuk
menngisi jam kuliah di akademik teknik swasta dekat situ. Tagor yang suka
bermain dikediaman Manen, dia mengatakan padanya bahwa Monang kelihatannya
telah serius dengannya, itu semua ditunjukkan dengan memperkenalkan angota
keluarganya. Walaupn masih eda-edanya
(adiknya atau calon iparnya).
Adik
Monang bernama Miri dan Ria, mereka terlihat sangat lincah. Sehingga membuat
Manen lebih cepat akrab dengan mereka. Setelah mengajar, Monang menghampiri dan
menjemput adiknya yang telah dititpkan pada kekasihnya tersebut. Monang
terlihat lega sekali saat melihat ketiganya bersenda gurau telah akrab satu
sama lain, hal ini menunjukkan usaha Monang tahap awal untuk konfrontasi agar
nantinya dapat membuka jalan pernikahan bagi keduanya terlihat sukses. Sesaat
berfikir sejenak, Manen berkata “apakah secepat ini dirinya mengabdi pada
seorang lelaki? Dan apakah seharusnya aku cepat-cepat untuk menerima Monang.”
Padahal Manen sendiri tak tahu, apakah Monang mencintai benar gadis Minahasa
tersebut.
Berpikir
tentang cinta memang tak akkan ada habisnya, Manen percaya cinta akan datang
saat waktu telah ditentukan oleh Nya. Walaupun sempat terbesit dalam hatinya,
dia tak percaya terhadap namanya cinta. Manen memandang hubungan mereka ini
bukan atas dasar sebuah kasih maupun cinta, melainkan sebuah rasa “tanggung
jawab”, karena mereka terlanjur di sore itu, di Cibogo.
Rumah
baru yang telah disediakan oleh Monang secara diam-diam, di Kebayoran. Sore
itu, Manen dijemput oleh Monang di kantor pusat. Sebenarnya dirinya sudah ada
janji dengan Sahat, dia ada janji untuk menyiapkan persiapan dokumen buat
kongres nantinya. Hingga akhirnya, manen mengiyakan ajakan Monang untuk pergi
ke Kebayoran. Monang masih saja merahasiakan tentang ajakannya, sebelumnya dia
meminta untuk dihantarka ke kantor pengurus GMI dulu. Memohon maaf pada Sahat
untuk membatalkan janjinya. Shat mengomel dengan sendirinya, dia berkata pada
Monang bahwa dulunya Manen tak semalas ini, dia selalu paling rajin diantara
anggota GMI lainnya.
Sahat
meminta tolong agar Monang menghantarkan dirinya pulang, untuk kedua kalinya
Monang membuat hati nya kesal. Monang tak bisa menghantarkannya, karena dia ada
urusan mendadak di hari ini. Sahat melengos dengan merapikan lembaran-lembaran
kertas. Bak dikejar drakula, sepasang kekasih ini berlarian. Dan menuju ke Kebayoran ..
Setibanya disana, Monang menunjukkan
beberapa paviliiun rumah yang akan dibangun nya. Monang menyatakan ini adalah
proyek yang akan dibangunnya. Dan oleh bos proyeknya dia diberi sebuah hadiah
sebuah rumah. Salah satu rumah itu adalah rumah milik Monang, dan dihadiahkan
untuk perkawinan mereka.
Terpancar
kegembiraan diraut wajah si Manen, hari itu juga mereka segera membeli sebuah
perabotan dan sebuah kain untuk menutupi jendela.
Hari itu pengurus pusat sedang
mengadakan siding, di kongres mendatang akan diadakan regenerasi untuk
kepengurusan baru. Semua anggota GMI membicarakan siapakah yang akan amsih
bertahan dalam ranah organisasi ini, dulunya ketua dari GMI ini adalah si
Bonar. Untuk periode kedepan mungkin Bonar tak bisa lagi memegang jabatan ini. Dia telah cukup lama mengolor status
kemahasiswaanya di jurusan Hukum, sudah saatnya dirinya harus berkiprah diluar
dengan menggunakan jubah hitam dan siap untuk menghakimi seseorang dengan
bijak.
Semua terdiam sejenak dan memandang
ke Raumanen, dengan gaguk dia menjawab tidak siap untuk jabatan kedepannya.
Wajah polosnya itu membuat semua anggota tertawa terbahak-bahak, ketika dirinya
menjawab salah, ini membuat dia menjadi SALTING. Sahat menngoda Manen dengan
pekikan “Manen telah dibajak oleh senior friend kita, si Monang. Sehingga dia
sudah ada keputusan tersendiri.” Manen hanya menatap mereka dengan senyuman
tipis.
Tiba-tiba
Dia
meminta ijin untuk meninggalkan sidang, karena dia akan ada kuliah jam lima
sore. Manen perggi dengan tertatih pelan-pelan, dia memegang adik kayu kursi
itu dengan sekuat tenaga. Sepertinya semmua anggota tak terlalu memperdulikan
sikap aneh Manen, mereka terlalu sibuk dengan isi sidang yang berlangsung.
Matanya berkunang-kunang dan serasa dunia ini bergoyah, tak salah lagi
tanda-tanda gejala yang sempat Manen baca kemarin disalah satu literature, itu
semua bernilai positf.
Sesaat dijalan, Manen bertemu dengan
teman lamanya yang bernama Sara. Sara memanggil dirinya ketika menyebrang. Sara
menggandeng Manen ketepi jalan, Sara mengajaknya jalan dan nonton. Memang
dulunya Sara adalah sahabat karibnya mulai kecil, yah bisa dibilang dari TK.
Sara berbicara banyak tentang kelakuan Monang yang bejat, dia menyarankan agar
melupakan dan meninggalkan laki-laki bejat itu. dia pernah bertemu dengan Monag
saat di Studio biskop, dia bermesraan
dengan wanita lain. Saat itu memang kebetulan Sara yang sedang menonton
juga bersama pacarnya, Joni. Manen hanya menjawab pernyataan dari Sara dengan
menepis bahwa perempuan itu adalah saudaranya dari Sibolga. Sara tetap
bersikukuh menghantam hati Manen dengan pernyataan yang menyakitkan itu.
Sudah
seminggu Monang tak datang menjumpai dirinya, begitu gelisah dan glaunya hati
si Manen. Dia pernah mengatakan bahwa dia sedang menghantarkan saudaranya dari
Sibolga. Manen sesungguhnya khawatir dengan tindakan itu. Tapi dia akan
menetralisir semua perasaan ini, dengan berpikir postif. Yah .. menghantarkan
saudara adalah perbuatann terpuji.
Untuk merefrshkan pikirannya, hari
itu dia pergi menonton dengan temannya yang baru saja datang dari luar neggeri,
dia adalah Norah. Mereka berdua menonton film kocak, namun hati dan pikiran
Manen tak sejalan dengan perasaan dirinya yang mengfikirkan si Monang. Mereka
memakan sate di jalan Blora, Manen terlihat melamun dan kurus dilihat oleh
Norah. Norah mulai takut dengan keadaan temannya itu, hingga ..
“hai Manen,
apa yang terjadi pada dirimu ??” Tanya Si Norah dengan memandang kedua bola
mata Manen.
Manen
hanya terdiam dan mematahkan tusuk satenya dengan ragu-ragu. Kini giliran si Manen
yang memandang dirinya. Manen meminta kepada Norah agar dia mengantarkannya ke rumah
Monang. Dia rindu kepadanya.
Dengan
secepat kilat mobil Norah melaju kerumah Monang, saat hamper tiba ..
Rumah
Monang dihiasi dengan berjubel orang serta lampu warna-warni. Norah mengira
bahwa ada suatu pesta, dia menyesal telah mengajak pergi si Manen untuk
menemani dirinya. Manen menahan airmatanya yang akan jatuh, dia sudah mengira
ini adalah pesta perkawinan. Hingga akhirnya Norah mengetahui maksud ini semua,
dia turun dari mobilnya segera menuju kerumah Monang yang padat dengan
orang-orang itu.
Norah
menggeret Monang dihadapan Manen, dia tergesa-gesa saat bertemu dengannya.
Seolah dia seperti ketakutan apabila si Monang terlihat oleh ibunya itu. Manen
hanya bisa menahan tangis nya itu. setelah pertemuan singkat itu usai, Manen
diajaknya pergi dari rumah si jahannam tersebut. Manen terisak dalam kamarnya ,
seolah rembulan menerkam malam itu. malam menjadi kelam waktu itu.
Satu hari banyak nian surat yang
datang untuk si Manen, entah dari mana surat itu. yyang pasti surat itu
beralamatkan dari Bogor. Dia tak tahu siapa yang mengiriminya. Keesokannya saat
Monang datang menghampirinya, Manen menceritakan semuanya yang telah terjadi
pada dirinya kepada Monang. Monang hanya bisa berhumor ria, dan saat paling
menegangkan adalah ketika Manen akan mengutarakan dirinya telah hamil. Manen
memberanikan dirinya untuk berterus terang pada Monang, tentang kehamilannya
ini.
Tak
disangka terrnyata sesaat setelah Monang mengetahui bahwa kekasihnya itu hamil,
dia bergembira sekali. Berarti ini semua telah dibukakan jalan oleh yang kuasa,
ini mempermudah jalan kita untuk bersatu bersama, Manen. Pekiknya si Monang.
Manen berasa dirinya telah berdosa dan
sedikit rasa berbahagia pula, kata-kata hamil seolah menyudutkan nilai moral
yang telah ia pegang selama ini. Pagi itu dia berangkat menuju ke kantor pusat GMI dengan mengenakan pakaian merah
jambu muda, dia ingin terlihat ceria didepan anggota lainnya. Selama ini Manen
selalu mengkontrolkan kesehatannya di teman organisasinya, dia adalah Phillip.
Manen menyibukkan dirinya dengan kegiatan-kegiatan persiapan menuju kongres.
Pagi sampai sore dia membuat dokumen-dokumen kongres, anehnya sore itu dia
merasa letih sekali. Memang sih tak ada perubahan sedikitpun dari bentuk
tubuhnya. dia diijinkan pulang oleh Sahat, sesaat akan pulang Phillip menemani
Manen saat jalan kaki. Setibanya di klinik milik Phillip, Manen menceritakan
semuanya yang telah terjadi padanya. Mulai dari kejadian di Cibogo sampai dia
kini mengandung annak si Monang dengan hati yang panas Phillips menhampiri
Monang keesokan harinya.
Monang
seolah kebakaran jengot setelah mendapat teguran dari teman satu organisasi
itu, dia menyyalahkan si Manen. Kenapa dirinya sampai menceritakan ini semuanya
pada semua orang. Manen mendengarkan pernyataan si Monang, seolah dirinya tak
percaya bahwa kejantanan Monang telah hilang entah kemana. Sebenarnya si Monang
meminta kekasihnya itu untuk berdiam dulu, dia meminta waktunya untuk berdamai dengan
orang tuanya itu. Tapi apa daya, semua telah terjadi Manen.
Satu
hari sesaat setelah perdebatan antara Raumanen dengan Monang, dokter Phillip
mengatakan bahwa anak yang akan dilahirkan oleh Manen akan mengalami suatu
kecacatan, entah mungkin dikarenakan suatu virus yang bersarang pada kandungan
Manen. Sempat tak percaya mendengar hasil pemeriksaan Phillip, Manen pulang
dengan keadaan hampa. Hati yang kosong membuat malam itu diirinya mengurung
dikamarnya sendiri. Malam semakin larut dan seharusnya dia menyalakan lampu
kamarnya, tapi seolah tubuhnya seperti dipenjaran tak dapat berbuat apa-apa.
Monang menghampiri ke rumah Manen, terdengar sayup-sayup langkah ringan dan
jawaban yang tak pasti terlontarkan dari mulut orang rumah nya. Sesaat untuk
mencoba menghalang-halangi Monang untuk masuk melihat Manen. Dan sesaat Monang
memanggil nama Manen, di depan kamarnya tak ada jawaban sedikit pun.
Hingga
akhirnya ..
Dia
mendobrak pintu kamarnya, dan yang terlihat tetesan darah yang menggalir deras
dari pergelangan tangan Manen seolah membelah cahaya rambulan yang berusaha
memaksa menerobos masuk kedalam kamar Manen.
Keesokan
paginya Manen telah dikebumikan bersama kenangan yang telah terlukiskan,
kematian Manen sepertinya tak hanya meninggalkan jasad dirinya saja. Melainkan
jiwa calon anak yang ada dalam kandungannya pun ikut pergi bersama dirinya.
Sepertinya Monang terlihat terpukul denggan kepergian si Manen, dia tak
menyangka ini semua bakal terjadi.
Setelah
beberapa tahun berlalu Manen tak lagi dibumi ini, dan kini Monang menikah
dengan perempuan yang sesuai suku nya. Entah dia mencintai perempuan itu
seperti saat dia mencintai Manen. Sduah terlalu lama orang terdekat Manen tak
berkunjung ke rumah barunya itu (kuburan). Dulunya saja saat awal mula kalinya
dia pindah dirumah barunya itu, banyak nian family yang datang menjenguknya.
Walaupun hanya sekedar memberikan tanda kedatangan manusia, dengan seikat bunga
dan ditaruh diatas tanah yang telah menyelimuti tubuhnya tersebut.
Akhirnya
setelah malam itu Monang bermimpi wajah kekasih nya itu (Manen), esoknya tanpa
sepengetahuan istrinya dia pergi berziarah ke makam Manen.
Demikian
sedikit rangkuman dari sebuah karya Marianne Katoppo-Raumanen. Dapat diambil
Internalized Value bagi kita semua seperti sikap primordialisme sesungguhnya menimbulkan sebuah perpecahan dalam
kemajemukan masyarakat. Apalagi kita hidup di Negeri yang kaya akan suku, ras,
bahasa, dan adat. Sepertinya bila kita masih saja tetap masih mendukung
pemikiran ini, insyallah akan hancur.
TAMAT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar