Jumat, 14 Oktober 2011


Kearifan Lokal Menjadi Cerminan Masyarakat lain
“Suku Anti Kapitalisme dan Jawa Ngoko”

Berbicara mengenai suku mungkin asumsi kita akan berbicara tentang pedalaman, kekolotan, hingga kumpulan orang yang primitive. Indonesia merupakan negara yang beragam dengan keanekaragaman hayati hingga termasuk suku-suku yang tersebar hingga keplosok daerah, namun banyak juga tidak yang terekspose. Semisal di Pulau Jawa ini, hanya beberapa suku yang masyarakat tahu, hanya suku betawi, sunda, tengger, hingga madura. Padahal pulau ini masih menyimpan suku-suku orisinil khas Indonesia, spesifikasinya terdapat didaerah Blora, Jawa Tengah. Terdapat sebuah suku yang memiliki paham “anti kapitalisme”, suku tersbut bernama suku Samin. Suku yang benar-benar mengalami dampak internalized value, dengan paham yang anti terhadap kapitalisme. Hal tersbut bermula ketika pada zaman kedudukan Belanda,  saat itu masyarakat Samin menolak ajaran kapitalisme, selain itu masyarakat Samin juga menolak untuk membayar pajak pada zaman itu. Sehingga masyarakat Samin membuat tatanan masyarakat yang sangat unik. Suku Samin terkenal dengan kepolosannya, dan kejujuran yang mereka pegang.
Pergerakan Samin berawal ketika seorang tokoh masyarakat bernama Samin Surosentiko. Seperti yang telah disinggung diatas, bahwa suku Samin memiliki sebuah ideologi atau pandangan hidup yang mulia. Mungkin hal ini dilandasi oleh pemikiran jawa yang sangat kental, pemikiran itu terdapat lima macam, seperti ;
1.      Tidak mengenyam pendidikan sekolah, hal ini disebabkan oleh  karena mereka berfikir bila mereka mengenyam bangku sekolah akan secara tidak langsung terkontaminasi oleh ajaran kapitalis.
2.      tidak memakai peci, sebagai penggantinya mereka mengikat kepala na dengan sebuah tali, layaknya orang jawa dulu.
3.      tidak berpoligami,
4.      tidak memakai celana panjang, dan hanya pakai celana selutut,
5.      tidak berdagang. Mereka masih mengandalkan kekuatan alam. Namun hal itu bukan berarti mereka lebih suka mengexploitasi alam, mereka menjaga seklai keseimbangan ala mini, hal ini terbukti dengan adanya tradisi nyadran, sebuah tradisi yang dilakukan dengan cara membersihkan sumber mata air tua di daerah lingkungan mereka, karena mereka berfikir bahwa sumber air tersbut telah dengan ikhlas memberikan air untuk kehidupan mereka.
6.      penolakan terhadap kapitalisme.
Dapat kita lihat bahwa sebenarnya falsafah hidup atau ideology yang dipegang oleh masyarakat Samin ini mencakup tiga aspek, yaitu : Keseimbangan , Harmonisi , Kesetaraan Keadilan. Dengan kepolosan suku ini, ternyata suku ini juga memiliki sebuah kitab suci untuk agama mereka, kitab itu  Serat Jamus Kalimasada yang terdiri atas beberapa buku, antara lain Serat Punjer Kawitan, Serat Pikukuh Kasajaten, Serat Uri-uri Pambudi, Serat Jati Sawit, Serat Lampahing Urip, dan merupakan nama-nama kitab yang amat populer dan dimuliakan oleh orang Samin. Dengan mempedomani kitab itulah, suku yang satu ini memiliki sebuah cita-cita untuk membangun sebuah Negara yang kebatinan. Suku Samin menggunakan bahasa komunikasi sehari-hari dengan bahasa jawa ngoko, mereka beranggapan juga bahwa bahasa bukan sebagai tolak ukur untuk dijadikan sebuah penilaian seseorang sopan dan menghargai orang lain, namun seseorang akan terlihat menghargai seseorang hanya dengan perilaku mereka dan pola kebiasaan terhadap orang lain ketika saling berinteraksi. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar