Sabtu, 06 Oktober 2012

profile ku...


Saya Bagian Dari Mereka, Dia, dan Indonesia


Terlahir dari seorang rahim ibu tepat tanggal 26 April 1993 di Rumah Sakit Bhayangkara Surabaya,  seorang bayi laki-laki diberi nama Dimas Nur Apri Yanto. Waktu semakin memotong perjalanan hidupnya, hingga sekarang bayi laki-laki itu duduk dibawah naungan institusi pendidikan universitas Airlangga dengan mainstream jurusan Sastra Indonesia sejak awal 2011 setelah dia menempuh pendidikan dari SD Negeri Sumorame Sidoarjo berlanjut di SMP Negeri 1 Candi Sidoarjo, dan akhirnya berlabuh ke daerah Surabaya ketika bangku SMA menyambut kedatangannya dan terusirkan oleh bencana Lumpur Lapindo hingga memaksakan dirinya untuk berhijrah ke pendidikan di Surabaya.
Teralhir tanpa seorang bapak di samping ibunya, Dimas tetap mampu merasakan kehangatan seorang bapak. Ketika dirinya telah sah menjadi warga bumi, bapaknya telah masuk rumah sakit dan mengalami koma sejak awal ibunya persiapan melahirkan dirinya. 7 hari sudah Dimas kecil menjadi warga bumi dan saat itu pula bapaknya telah melepaskan status warga buminya. Bapaknya pergi meninggalkan dirinya dan ibunya. “Sakit kanker paru-paru, ya itulah benda jahat yang memisahkan kami”, tambahnya.
Dimas adalah lelaki pendiam, karakter pendiam ini muncul manakala status pendidikan SMA melekat pada bahu kanannya, dan teman-temanya memanggil dirinya “Profnay”. Mengaku kaget melihat budaya kota, yang mana asalnya adalah desa Sidoarjo kemudian harus pindah ke Surabya, dia sangat kaget melihat budaya kota yang begitu tajam. Hingga akhirnya karakter pendiam itu telah terinternalisasi dalam dirinya. Waktu kosong dalam kehidupannya dihabiskan untuk hobinya yakni menulis, mngkonsep dan berorganisasi. Hampir setiap dirinya duduk dibangku sekolah SMP dan SMA posisi strategis organisasi Ia duduki, seperti ketua umum SKI (SMA), Ketua Jurnalis (SMA), Ketua KIR (SMA), KADEP OSIS Kasi keagaaman (SMA), anggota teater SMP, dan kini di bangku perkuliahan jiwa organisatorisnya pun muncul kembali. Dia berhasil menduduki kursi BEM Fakultasnya – fakultas Ilmu Budaya status Koordinator peningkatan mutu mahasiswa, Humas SITUS Pers, BEM Universitas Airlangga status Dagri (Dalam Negeri).
Kesibukan yang memadat membelenggu dirinya tak membuat lelaki pecinta siomay ini lemah dalam dunia akademisnya. Hal itu dibuktikan dengan nilai IP akademiknya tetap setia bertahan di atas 3.5 mulai semester 1 hingga sekarang semester 3. Hal yang paling disukai dalam bidang olah raga adalah renang. Bagi dia renang adalah bagian darinya, dulu sempat terbesit dalam pikirannya untuk menjadi atlet renang, namun apa daya tangan tak sampai. Fakultas Ilmu budayalah kini menjadi rumah masa depan untuk menuntut ilmu baginya. Satu impian terbesar darinya adalah owner dari Runcing Pos di tahun 2030 nanti. Tak terlalu begitu suka dengan jalur politik, dimas mengambil keputusan yakni membantu orang yang akan berpolitik melalui tulisan-tulisan nantinya, baik dalam karya bukunya atau pada karakter artikel di Runcing Posnya kelak. “Sudah banyak yang mengambil jalur politik, saya di jalur pendidikan sajalah dan jalur pemikiran yang tersembunyi melalui tulisan” celetuknya.
saya lebih suka mengamati sesuatu hal kemudian menuliskannya, 
TAK PERLU BERETORIKA BUNG !

Satu kelemahan yang Ia miliki yakni rasa sendiri terkadang membuat dirinya lemah dalam melakukan sesuatu dan akhirnya membuat dirinya tak confidence. Lelaki berkaca mata tebal ini kini sedang sibuk-sibuknya mempersiapkan buku karya tulisannya, yakni 7 Menata Hati Bunda|karya antologi bersama temannya, dan buku ke-2 nya yang bercerita seorang anak kecil sedang berdialektika mengenai kepemimpinan dan berjuang mencari pemimpin yang “PAS” karya buku itu berjudul “Origami”.
Kegiatan rutinitas setiap harinya, pagi berangkat kuliah hingga pukul 3 sore dia harus balik ke rumah untuk mengajar hingga petang pukul 19.45 WIB. “Dimas Learnings” adalah nama bimbel socialnya, terhitung lumayan untuk siswa didiknya sekitar 25 anak berasal dari tingkat Sekolah Dasar dan dua orang SMP. Bimbel ini digagasnya saat melihat konteks sekitar rumahnya, banyak anak tetangga rumahnya yang berhenti putus sekolah dan tak memiliki kesmepatan belajar hingga akhirnya dia berani menggagas ide untuk membuka pelayanan klinik belajar yang diawali hanya 3 orang saja dan kini semakin membelah untuk jumlah anak didiknya.
“Dewi Lestari” adalah sosok yang Ia dambakan ketika motivasi cita-citanya mengalami lowbat. Saya ini adalah bagian dari mereka, dia dan bangsa Indonesia ini. “Saya ingin lebih, saya tidak ingin hanya beretorika saja, saya ingin yang nyata, melalui tulisan kecil saya berjuang untuk melakukan itu semua.”
*) Heroboy9/dimas Na

Senin, 01 Oktober 2012


Berikut Massa yang Populer dalam Lantai Dialektika Pemikiran Kebudayaan

Sebelum mengarah pada pembahasan tentang pengertian “budaya populer” dan “budaya massa” ada baiknya kita memahami terlebih dahulu pengertian budaya. Secara sederhana “budaya” merupakan cipta, rasa dan karsa suatu masyarakat. Budaya berkembang seiring dengan pola fikir manusia yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan teknologi.
Salah satu dari perkembangan budaya adalah budaya pop dan budaya massa. Budaya pop merupakan kebudayaan yang sedang booming dan era sekarang, kami mencoba mengambil studi kasus kerudung. Orientasi berkurudung telah berubah. Banyak sekali yang menyatakan menutup aurat tetap bisa terlihat modis dan fashionable. Tetapi jika dikembalikan kepada kemasan awal mula jilbab digunakan, hingga saat ini pergeserannya cukup signifikan. Substans orientasi kerudung adalah menutup aurat. Namun epistemologi budaya eksternal telah mencoba mendekonstruksi orientasi berkerudung ini, aurat tetap terlihat dengan model-model baju yang serba minim dan ketat, dengan alasan menyesuaikan. Inilah yang menjadikan budaya populer menjadi sangat digandrungi. Pada budaya populer sendiri, pergeseran-pergeseran nilai guna suatu benda, istilah, tempat segala sesuatu yang berkaitan dengan hal-hal yang sifatnya komersil, begitu sangat empuk menjadi objek pelaku budaya populer.
Tak lagi terlalu penting kerudung yang mampu menutup hingga dada, yang terpenting adalah fashionable untuk pengguna.

Sedangkan budaya massa merupakan kelanjutan dari adanya budaya populer. Sifatnya lebih universal dan tidak memandang siapa pelaku budayanya. Jika budaya populer masih digandrungi sebagian besar, tapi tidak menyeluruh. Sedangkan budaya massa lebih kepada perubahan seluruh pola kehidupan manusia. Saat ini yang memang kita rasakan adalah sebagai pelaku budaya konsumtif. Dari segala sudut pandang, mau tidak mau kita mengikuti budaya ini. Hal ini dikarenakan semakin majunya teknologi dan industrialisasi. Kita sebagai penerima sekaligus pelaku kebudayaan, baik sadar maupun tidak sadar melakukan budaya konsumtif ini. ketergantungan kita terhadap teknologi sebagai penunjang aktifitas, membuat teknologi juga berusaha se-canggih mungkin memanjakan kita. Bahkan jika kita bisa tanpa mngetik hanya dengan berbicara, sudah tertulis.
Pelaku kebudayaan massa disini lebih bersifat pasif. Mereka hanya bisa menerima suatu kebudayaan, dan melakukannya. Tanpa adanya perlawanan. Ada istilah, jika kita tidak mengikuti perkembangan zaman, maka kita akan tergilas oleh perjalanan zaman. Bukan berarti hidup tradisional seperti zaman dahulu tidak akan bertahan hidup. Buktinya suku-suku pedalaman tetap bisa bertahan ditengah era yang serba robot ini. 

*) dimas nur aprianto/121111009