Izinkan Diri Ini Untuk Berumah Tangga dengan Heroboyo Cities
Panasnya
kota pahlawan memang telah berhasil MEMBAKAR semangat ku untuk tetap berjalan
dalam mengarungi bahtera rumah tangga ku bersama Hero Cities :D hehe.. Sejak diriku resmi menjadi mahasiswa
Universitas Airlangga dengan jurusan sastra Indonesia, hampir seluruh aktivitas
ku terhabiskan di kota Pahlawan ini. Dulu kota asal ku adalah Sidoarjo, dengan
berat hati setelah diri ini bolak-balik Sidoarjo-Surabaya dan merasa raga ini
tak sanggup lagi untuk menjalani perjalanan jauh lagi. Akhirnya aku putuskan
untuk bercerai dari kota yang terkenal penghasil udang dan menetap di Surabaya
bersama mama dan kami menumpang di rumah tante. Sempat terbesit dalam pikiran
ku saat diri ini bertranmigrasi ke Surabaya banyak hal yang dapat aku lakukan. Salah
satunya adalah pembangunan jaringan pertemanan yang luas. Dan kini diri ini
telah menetap menjadi warga sah Surabaya. Banyak keunikan yang ku temukan di
kota Pahlawan ini diantaranya adalah :
1. Perilaku
yang hedonis
Hari
pertama ku kuliah ku lalui dengan kegagukan
sikap. Aku tak mengenal siapapun, semua orang disekitar ku juga asing untukku. Ku
paksakan diri ini untuk berkenalan dengan mereka, ku amati perlahan tindak
perilaku mereka dan benar-benar membuat diri ini menganga. Dinamika dunia
perkuliahan tidak hanya berkompetisi pada manfaat keilmuan, namun sebagian
teman-teman kampus ku bersikap oposisi dari horizon ku yakni berkompetisi pula
dalam dunia senang-senang. Mayoritas teman-teman yang bersikap hedonis adalah
teman-teman ku yang masuk perguruan tinggi melalui jalur mandiri. Jelas benar
perilaku mereka saat berinteraksi dan berkomunikasi dengan ku. Yang ada dalam
pikiran mereka hanyalah belanja..belanja dan belanja. Aku hanya bisa
geleng-geleng kepala saja saat mereka mencoba menawari ku untuk ikut bergabung
dengan dunia mereka. Geleng-geleng kepalaku mewakili semua perasaan ku atas
kekecewaan ku melihat perilaku mereka. Diri ini sadar diri atas kondisi
keluarga ku. Aku tak seperti mereka yang memiliki kesmepatan untuk mempunyai
uang berlimpah, sedangkan diri ini harus membantu mencari uang untuk keluarga. Hedonis
mereka membuahkan hasil yakni tindak konsumerisme. Sedikit-sedikit barang yang
harus dibeli harus branded. Kalau tidak
branded tidak layak untuk dibeli dan tangan mereka sepertinya akan korengan
bilamana barang yang mereka punya adalah barang non branded. Hadehh..
pelissss.. branded hari gini, mati saja dilaut. Selain teman-teman ku,
kelihatannya barang branded sepertinya juga telah melekat di sebagian dosen pengajar
ku di fakultas. Hampir semua barang-barang yang mereka gunakan adalah
barang-barang mahal. Sempat aku terdiam saat melihat salah satu dosen, ku namai
dosen MR.X barang-barang yang beliau gunakan branded semua. Asyem, ini ajang
pamer barang atau ajang pentransferan ilmu sebenarnya. Haduhh...haduhhhh
bapak... lawong dosennya aja hedon
bagaimana dengan muridnya. Beuh...beuh.
2. Materialisme
Semua
dihitung dari besaran nilai dan benda. Kalau masa SMA ku dulu aku mempunyai
visualisasi mengenai sistem pendidikan di perguruan tinggi, sekiranya sistem
pendidikan ketika diri ini merasakan bangku perkuliahan agak sedikit berbeda
dari segi konsep proses belajar mengajarnya. ternyata tiengg...tienggg, SAMA
saja. Bedanya cuman kalau di SMA proses belajar mengajarnya seluruhnya pakai
spidol dan white board. Kalau di perguran tinggi sebagian besar proses belajar
mengajar tidak lagi hanya ditunjang dengan media white board akan tetapi juga
ditunjang dengan adanya LCD. Lalu persamaannya dimana dimasproff? Persamaannya di
konsep pengajarannya yakni DDCH (Duduk Diam Catat Hafal), wujudnya adalah dosen
lebih banyak ceramah. “Lah emang dipikir ini kelas khotbah?” :D
Tidak
berhenti disitu saja, sebagian besar dosen yang ada menerapkan sistem
pengabadian nilai. Nilai banyak dianggap sebagai hal yang mutlak berpengaruh,
padahal kalau boleh berpendapat tidak hanya suatu nilai saja yang dapat
berpengaruh menjadikan seorang mahasiswa yang berkompeten, melainkan sebuah
proses juga yang perlu diperhitungkan.
3. Interakasi
yang liar
Kata
“Janc*k” mungkin sudah menjadi tradisi dan wajib dikatakan acap kali kita
berkomunikasi dengan sebagian mahasiswa yang telah senior. Ada yang bilang kata
keramat Surabaya tersebut sudah tidak dapat ditawar kembali. Itu sudah bernilai
mutlak.
Semoga
dengan diri ku telah resmi berumah tangga dengan kota pahlawan ini, aku dapat
mengarungi gelombang permasalahan rumah tangga agar menjadi pribadi yang lebih
baik dan dapat menjadi pemimpin untuk kota Boyo ini. dan untunnggnya aku dipertemukan MEREKA... JONGGRING SALOKA :)
Bersama mereka kini aku siap untuk menentang arus budaya Surabaya, dan dengan mereka ditahun ini aku mampu menghasilkan sebuah karya yakni buku "7 Menara Hati Bunda". Love Their :*
inilah cover buku yang akan kami create dan kami masih berusaha untuk merancang softlaunching buku kami ini .. doakan yahh proffalic :)


Tidak ada komentar:
Posting Komentar